Seluruh kompenen
pendidikan baik siswa, keluarga, masyarakat, hingga pemerintah serta Guru dituntut
bertanggung jawab dalam mewujudkan amanah UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Kunandar dalam bukunya Guru Profesional
menjelaskan, guru merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan pendidikan.
Gurulah yang secara langsung berhadapan dengan siswa dalam mentransformasikan
pengetahuan ilmiah dan teknologi sekaligus mendidik generasi penerus bangsa
dengan nilai-nilai kebenaran. Guru mengemban misi yang berat namun mulia dalam
mengantarkan tunas-tunas bangsa kepuncak cita-cita. Oleh karenanya, sebagai calon
Sarjana Pendidikan yang disiapkan untuk menjadi guru sebagaimana yang
diharapkan, mahasiswa mestilah terbentuk dalam lingkungan yang profesional dan
membina diri untuk mewujudkan keprofesionalan tersebut.
Pentinglah
kiranya pula sebagai mahasiswa untuk tekun mengikuti proses pendidikan.
Diantaranya adalah dengan bersungguh-sungguh berpartisispasi pada matakuliah “Profesi
Guru”. Setelah mengikuti matakuliah tersebut, mahasiswa diharapkan mampu
memahami urgensi guru sebagai suatu profesi terhormat dengan keabdiannya yang profesional.
Masih menurut Kunandar, Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang
dirinya sebagai pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik
untuk/dalam belajar. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, Pendidik berkewajiban, (1)
menciptakan suatu pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kretif, dinamis, dan
dialogis, (2) mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu
pendidikan, (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Seorang yang jago
silat dibelakangnya ada pelatih silat yang tangguh. Proklamator Indonesia, Soekarno
dapat menjadi pemimpin yang hebat karena dibelakangnya ada pendidik yang hebat yaitu,
HOS Cokro Aminoto. Guru yang hebat, sewaktu mahasiswanya ada dosen yang hebat
dibelakangnya. Namun apa jadinya kelak, jika mahasiswa yang calon guru, dididik
oleh dosen yang jarang masuk dan ketika masuk dari awal hingga akhir perkuliahan
yang disampaikannya tidak sesuai konteks pembelajaran. Ditambah lagi dengan
masalah waktu, mahasiswa yang datang setelah “dia” meskipun hanya sedetik, tidak
diizinkannya masuk. Padahal dia sendiri sebenarnya telah berpuluh menit
terlambat dari waktu yang telah disepakati.
Sebagai
institusi terhormat dan berwibawa, perguruan tinggi secara konsisten
membudayakan kedisiplinan. Oleh karena itu, dosen dan mahasiswa harus memiliki
budaya tertib. Dosen dan mahasiswa yang baik adalah yang menjunjung tinggi
budaya kedisiplinan itu. Baik tertib dalam waktu kuliah maupun dalam
pentransformasian pengetahuan yang sesuai dengan silabus pembelajaran. Dalam 16
kali pertemuan misalnya, bila mahasiswa 4 kali absen, dapat dipastikan nilainya
adalah E. Sementara bagi Dosen tidak berlakukan. Padahal dalam siat.ung.ac.id telah ada kolom penilaian dosen,
namun nampaknya hanya sekedar formalitas. Seharusnya, biar tidak menimbulkan
kecemburuan, dosen yang 4 kali Absen mengajar juga dapat E donk. Semakin sedikit IPS mahasiswa semakin sedikit pula matakuliah
yang bisa dikreditnya. Maka dosen yang dapat E, matakuliah yang diembannya
ditambah (kalau dikurangi kasian mahasiswanya, dosen di UNG terbatas) dan gaji/tunjangannya
harus dikurangi. Dosen yang seperti ini harus belajar dari Dosen Favoritku,
Fitriani Lihawa, dosen yang selalu komitmen dengan waktu serta konsisten dengan
materi pengajaran.
Guru mulia
pastilah profesional, ikhlas bekerja menunaikan kewajibannya. Kondisi Guru
sekarang begitu memprihatinkan. Telah banyak diberitakan bahwa guru melakukan
tindakan asusila kepada siswanya, melanggar nilai-nilai kemanusiaan, malas
mengajar, tidak menguasai materi, kuat marah-marah dan kejelekan-kejelekan
lainnya. Meskipun masih banyak yang berfikir untuk menjadi PNS, tapi banyak
juga masyarakat yang mulai meragukan kinerja guru. Prof. Soetjipto dan Drs.
Raflis Kosasi dalam bukunya Profesi
Keguruan menjelaskan, dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru
pernah mempunyai status dan wibawa yang sangat tinggi dalam masyaraka. Semoga
kita dapat mengembalikan kedudukan guru tersebut.
Baca juga yang ini:
(KAMPUS PERADABAN MERAH MARON-KAMPUS RUMAH TANGGA)
(Terkuaknya Dosa Dosen)
(Dosen Orde Baru)
(DOSENKU)
Baca juga yang ini:
(KAMPUS PERADABAN MERAH MARON-KAMPUS RUMAH TANGGA)
(Terkuaknya Dosa Dosen)
(Dosen Orde Baru)
(DOSENKU)
No comments :
Post a Comment